Seri Pelajaran Basa Sunda Bagian 10, Undak-usuk Basa Sunda (Basa Loma-Basa Lemes)

Belajar Bahasa Sunda : Undak-usuk Basa Sunda / Tatakrama Basa Sunda.

Undak-usuk dalam Bahasa Sunda (undak-usuk; tingkatan bahasa; unggah-ungguh; tata krama). Ada 3 tingkatan dalam basa/Bahasa Sunda yaitu basa kasar, basa loma (akrab), basa hormat/lemes (santun).

“Naon basa lemesna irung ? ” (Apa bahasa halusnya hidung?). Jawabannya : ” pangambung “.

“Naon lemesna biwir ?”, jawabannya : “lambey”.

“Naon basa lemesna leungeun ?” ; jawabannya : panangan, “Naon basa lemesna suku ?”, jawabannya : sampean, dst.  

Para pembaca yang budiman, sesungguhnya dalam pertanyaan soal di atas, kita sedang membahas dan membicarakan yang namanya Undak-usuk Basa Sunda / Tatakrama/ Tingkatan Bahasa Sunda.

Dalam artikel Seri Pelajaran Belajar Bahasa Sunda kali ini, kita akan mempelajari tentang Undak-usuk Basa Sunda/ Tingkatan Berbahasa Sunda/ Tatakrama Bahasa Sunda, yakni ragam Bahasa Sunda (diksi) yang digunakan atau dipilih dalam percakapan atau paguneman berdasarkan keadaan/ hierarki / tingkatan orang yang berbicara, lawan bicara atau yang diceritakan.

Adapun Tujuan Undak-usuk basa/ tatakrama Bahasa Sunda itu sendiri yaitu untuk saling menghargai dan menghormati antara sesama, dalam bahasa sunda. Tentu saja kata-kata yang diucapkan dikatakan hormat apabila disertai dengan raut muka/mimik, gaya pengucapan (lentong), serta gerakan tubuh (rengkuh).

Di Tatar Sunda, Bahasa Sunda merupakan bahasa induk yang perlu dirawat dan dilestarikan (dimumule) karena merupakan identitas hidup masyarakat Suku Sunda.

Saat ini banyak orang Sunda yang menggunakan bahasa pengantar sehari-hari dengan Bahasa Indonesia karena dinilai lebih praktis dan tidak mengenal undak-usuk basa/ tingkatan/ hierarki bahkan dengan Bahasa deungeun / bahasa luar negeri seperti Bahasa Inggris.

SEJARAH UNDAK USUK BAHASA SUNDA

Menurut para ahli, masuknya undak usuk basa mulai merasuk ke tatanan sunda, baru dimulai pada abad ke–17, di saat sebagian tatar Sunda ada di bawah kekuasaan Mataram, terutama di wilayah Priangan Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Sumedang, dan Cianjur.

Seperti dijelaskan dalam Sejarah Tatar Sunda bahwa pada mulanya Priangan hanya terdapat dua daerah yang berdiri sendiri, yaitu Sumedang dan Galuh. Pada 1595 Galuh dikuasai oleh Mataram di bawah pemerintahan Panembahan Senopati.

Lalu setelah kekuasaan Mataram beralih ke tangan Sultan Agung, Sumedang pun berserah diri kepada Mataram. Pada perjalanannya, pembagian wilayah Priangan mengalami beberapa perubahan.

Pasca pemberontakan Dipati Ukur, berdasarkan Piagam Sultan Agung, Priangan di luar Galuh terdiri dari Sumedang, Sukapura, Bandung, dan Parakan Muncang.

Salah satu dampak dari kekuasaan Mataram di tatar Sunda adalah adanya hierarki sosial melalui bahasa. Bahasa Sunda yang sebelumnya tidak mengenal stratifikasi, pelan-pelan mulai mengenal tingkatan yaitu halus, sedang dan kasar yang mengadopsi tingkaran bahasa Jawa yang menerapkan bahasa kasar/ ngoko dan bahasa halus/ kromo.

Hal ini menunjukkan, atau mencerminkan, hierarki bahasa yang juga sudah lebih dulu dikenal di pusat-pusat kekuasaan Mataram di Jawa yang menerapkan tingkatan bahasa yakni strata krama inggil-krama madya-ngoko dalam bahasa Jawa diadaptasi menjadi lemes-sedeng-kasar dalam bahasa Sunda. .

Jadi bisa dikatakan adanya hierarki/tingkatan bahasa dalam bahasa sunda di tatar sunda, terjadi setelah abad ke-17 saat tatar sunda ditaklukkan kerajaan Mataram dan menancapkan pengaruhnya ke dalam tatanan sunda.

Hingga tahun 1600-an, orang Sunda sama sekali tidak mengenal undak-usuk (tingkatan) dalam berbahasa. “Pada masa era kerajaan Sunda seperti Pajajaran berjaya, bahasa Sunda adalah bahasa yang sangat egaliter dan demokratis,” ungkap Ajip Rosidi, salah seorang Sastrawan Sunda dalam sebuah wawancara.

Kenyataannya, semua naskah yang berasal dari masa Kerajaan Sunda abad ke-16 seperti Sanghyang Siksakandang Karesian (1518) dan Carita Parahyangan (sekitar 1580) menggunakan bahasa yang sangat egaliter.

Termasuk dalam manuskrip-manuskrip Sunda tua serta prasasati-prasasti sebelum abad ke-17, kata-kata dalam bahasa lemes (halus) bisa dikatakan tidak ada.

Alih-alih demikian, kata-kata siya (kamu), kawula (saya), beja (berita), dititah (diperintahkan) serta banyak kata yang dikenal hari ini sebagai bagian dari bahasa Sunda kasar justru sering banyak dijumpai di dokumen-dokumen tua tersebut.

Seperti dalam tiga naskah Sunda kuna sebelum abad 17, karya sastra yang pastilah dianggap sebagai karya yang mencerminkan bahasa terbaik pada zamannya, kata “aing” digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang usianya lebih muda (Pendakian Sri Ajnyana), dengan orang yang lebih tua (Kisah Bujangga Manik: Jejak Langkah Peziarah), dan bahkan ketika berdoa kepada Yang Maha Kuasa (Para Putera Rama dan Rawana).

Di mana dalam bahasa Sunda saat ini, kata-kata tersebut dianggap sebagai bahasa Sunda kasar yang tidak pantas digunakan dalam percakapan resmi/formal, juga tidak layak digunakan saat berbicara dengan orang yang lebih tua atau kepada orang terhormat. Namun naskah sastra klasik Sunda malah menggunakan kata-kata tersebut.

“Itu artinya, dahulunya bahasa Sunda tidak mengenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa, yaitu bahasa ngoko (kasar) dan kromo (halus)             

POLEMIK  UNDAK-USUK BASA

Dalam banyak kesempatan, undak-usuk basa sering memicu perdebatan soal bahasa Sunda yang baik dan benar berdasar kasar-halus yang dianggap sebagai warisan feodalistik.

Sebagian orang berpendapat bahwa undak-usuk basa adalah politik bahasa yang membentuk penilaian baik-buruk dan kemurnian dalam berbahasa sehingga tidak perlu diterapkan lagi dalam berbahasa sunda.

Mereka mengatakan, “Bahasa Sunda yang sekarang mengenal undak usuk basa, atau tingkatan berbahasa, juga tata krama berbahasa, yang mengatur bagaimana cara berkomunikasi dengan orang lain berdasarkan usia, pangkat dan jabatan, atau bahkan garis keturunan, dll merupakan hasil interaksi kebudayaan yang melibatkan kekuasaan politik yakni feodalisme Mataram dan kolonialisme Belanda.

Seperti dijelaskan dalam penjelasan dan konteks kesejarahan di atas, dengan alasan hierarki atau tingkatan dalam bahasa Sunda adalah pengaruh Kerajaan Mataram yang diteguhkan oleh kolonialisme Belanda dimana undak-usuk basa dianggap sebagai Bahasa Sunda versi warisan penjajah, sehingga, sebagian cendekiawan dan sastrawan Sunda dan sebagian orang yang terobsesi dengan gagasan kemurnian berbahasa sunda, serta orang-orang yang ingin kepraktisan, mereka enggan menggunakan Undak-usuk Basa.

Sementara sebagian orang Sunda lainnya, enggan menggunakan undak-usuk basa bukan mempermasalahkan soal “kemurnian” atau mempermasalahkan bahasa sunda sebagai warisan feodal. Tapi, menganggap bahasa Sunda itu terlalu rumit, karena ada yang kasar dan ada yang halus.

Malah biasanya anak-anak lebih tertarik kepada bahasa yang “kasar” dibandingkan bahasa yang “halus”.

Sebagian lagi enggan menggunakan undak-usuk basa dan malah berinteraksi dengan Bahasa Indonesia karena takut salah saat mengucapkan, termasuk salah satu yang menjadi kekhawatiran mereka.

Justru sebenarnya mungkin penyebab takut salah ini karena memang yang
bersangkutan kurang memahami undak-usuk basa yang seharusnya.

Sementara versi yang mempertahankan undak-usuk basa mengatakan “Keun we da basa mah ngabeungharkeun ieuh. Mun ditarik kana masalah feodal atawa kakawasaan/pulitik kalahka matak miskin. Da dina kanyataana masarakat Sunda ge nyaho kana sajarah basana “. 
(Tak mengapa, biarlah bahasa itu untuk memperkaya. Kalau kita hubungkan dengan masalah feodal atau kekuasaan politik, hanya akan menjadikan miskin. Pada kenyataannya masyarakat sunda juga tahu sejarah bahasanya).

PEMBATASAN UNDAK USUK BASA SUNDA

Undak-usuk basa Sunda pemakaiannya disesuaikan dengan keadaan umur, posisi lawan bicara, serta situasi yang bercerita dan yang turut diceritakannya.

Secara garis besar Undak-usuk Basa Sunda/ Tatakrama Bahasa Sunda dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

  • Basa Kasar

Basa Kasar digunakan untuk hewan dan digunakan oleh orang yang sedang marah. Bahasa kasar sebenarnya kurang patut diucapkan di hadapan siapapun, namun bahasa kasar ini masih sering digunakan ketika seseorang sedang marah atau beradu mulut. Akan ada kesan tidak sopan jika Anda menggunakan tingkatan bahasa ini.

  • Basa Loma (akrab)

Basa Loma digunakan untuk orang/teman yang sudah akrab dengan kita (loma/akrab ). Biasanya diucapkan saat berbicara kepada orang yang seumuran atau sudah karib, misalnya teman atau orang yang usianya di bawah kita.

Inilah bahasa Sunda yang umum digunakan kalangan anak muda. Takarannya sedang, tidak terlalu kasar tapi tidak terlalu halus.

  • Basa Hormat (Lemes)

Basa Hormat biasa digunakan untuk berbicara dengan orang yang pantas dihormat seperti kepada orang yang lebih tua, guru, sesepuh, tokoh masyarakat, pejabat, atasan.

Ketika seseorang menggunakan bahasa halus ini ketika bercakap dengan para sepuh asal sunda.

Apalagi jika ditambah dengan lentong (intonasi), pasemon (roman/ekspresi wajah), rengkuh jeung peta (sikap; gesture) yang baik, maka akan menjadi menaikkan citra diri orang tersebut. Apalagi bagi calon menantu.

Berikut ini, tabel ragam bahasa sunda, basa loma dan basa lemes (lemes untuk diri sendiri dan untuk orang lain), supaya kita bisa membedakan bahasa untuk diri sendiri dan orang lain.

Terkadang seseorang mengucapkan bahwa dirinya “saya sudah makan”, pengucapannya, “abdi mah tos tuang.” Padahal untuk diri sendiri makan dalam bahasa sunda bukanlah “tuang” tapi “neda”.

Yang sering terbalik-balik juga mengatakan “pulang” dalam bahasa sunda untuk diri sendiri dan orang lain. Untuk diri sendiri, “pulang” adalah “wangsul”, sementara untuk orang lain “pulang” adalah “mulih”. Seperti contoh : “mulih timana pak/bu?”, bukan : “wangsul ti mana pak/bu?”.

Mari kita perhatikan ragam basa di bawah ini,

 

Ragam Basa : Basa Loma jeung Basa Lemes
Basa Loma Basa Lemes (Keur ka sorangan) Basa Lemes (Keur ka batur)
Abus/Asup Lebet Lebet
Acan/Tacan/Encan Teu acan Teu acan
Adi Adi Rai/Rayi
Ajang/Keur/Pikeun Kanggo Haturan
Ajar Ajar Wulang/Wuruk
Aji/Ngaji Ngajim Ngaos
Akang Akang Engkang
Aki Pun aki Tuang Eyang
Aku, ngaku Aku, ngaku Angken/Ngangken
Alo Pun alo Kapiputra
Alus Sae Sae
Ambeh/Supaya/Sangkan Supados Supados
Ambek Ambek Bendu
Ambeu/Ngambeu Ngambeu Ngambung
Amit/Amitan Permios Permios
Anggel Bantal Bantal/Kajang mastaka
Anggeus/Enggeus Rengse Parantos
Anjang/Nganjang Ngadeuheus Natamu
Anteur/Nganteur Jajap/Ngajajapkeun Nyarengan
Anti/Dago/Ngadagoan Ngantosan Ngantosan
Arek Bade/Seja Bade/Seja
Ari Dupi Dupi
Asa/Rarasaan Raraosan Raraosan
Asal Kawit Kawit
Aso/Ngaso Ngaso Leleson
Atawa Atanapi Atanapi
Atoh/Bungah Bingah Bingah
Awak Awak Salira
Awewe Awewe Istri
Babari/Gampang Gampil Gampil
Baca Aos Aos
Badami Badanten Badanten
Bae/Keun bae Sawios/Teu sawios Sawios/Teu sawios
Bagea Bagea Haturan
Baheula Kapungkur Kapungkur
Baju Baju Raksukan/Anggoan
Bakti Baktos Baktos
Balik/Mulang Wangsul Mulih
Balur Balur Lulur
Bangga Sesah Sesah
Bapa Pun Bapa Tuang Rama
Bareng/Reujeung Sareng Sareng
Bareto Kapungkur Kapungkur
Batuk Batuk Gohgoy
Batur Babaturan Rerencangan
Bawa Bantun Candak
Beak Seep Seep
Beda Benten Benten
Beja Wawartos Wawartos
Bener/Enya Leres Leres
Bengek/Mengi Asma Ampeg
Bere/Mere Maparin/Masihan Ngahaturaan/Ngaleler
Berekah Pangesto/Pangestu Damang/Wilujeng
Beuki Seneng Sedep
Beulah Palih Palih
Beuli/Meuli Meser Ngagaleuh
Beunang Kenging Kenging
Beungeut Beungeut Pameunteu/Raray
Beurang Siang Siang
Beurat Abot Abot
Beuteung Padaharan Patuangan/Lambut
Bibi Pun bibi Tuang bibi
Bikeun/Mikeun Maparinkeun Ngahaturkeun/Nyanggakeun
Bilang/Milang Ngetang Ngetang
Birit/Bujur Birit/Bujur Imbit
Bisa Tiasa Tiasa
Bisi Bilih Bilih
Biwir Biwir Lambey
Boa Tiasa jadi Tiasa jadi
Boga Gaduh Kagungan
Buang/Ngising Miceun Kabeuratan
Budak Budak Murangkalih
Bujal Bujal/Puser Udel
Buka puasa Buka Bobor
Bukti Buktos Buktos
Bulan Sasih Sasih
Bungah/Gumbira Bingah Bingah
Burit Sonten Sonten
Buru Bujeng Bujeng
Butuh Perlu Peryogi
Cabak/Nyabak Nyabak Cepeng
Cageur Pangesto/Pangestu Damang
Calana Calana Lancingan
Cangkeng Cangkeng Angkeng
Caram/Carek/Nyarek Nyarek Ngawagel
Carang/Langka Awis Awis
Carekan/Nyarekan Nyarekan Nyeuseulan
Carita/Nyarita/Ngomong Nyanggem Nyarios
Cenah Cenah Saurna
Cekel/Nyekel Nyekel Nyepeng
Celuk/Nyeluk/Gero/Ngageroan Nyauran Ngagentraan
Ceuli Ceuli Cepil
Ceurik Ceurik Nangis
Cicing Matuh Calik/Linggih
Ciduh Ciduh Ludah
Cik/Cing Cobi Cobi
Cikal Cikal Putra pangageungna
Ciling/Pacilingan Kakus Jamban
Ciri Tanda Tawis
Cium/Nyieum Nyieum Ngambung
Cokot/Nyokot Ngabantun Nyandak
Cukup/Mahi Cekap Cekap
Cukur/Dicukur Dicukur Diparas
Cunduk/Datang Dongkap Sumping/Rawuh
Daek Daek/Purun Kersa
Dagang Dagang Icalan
Dahar Neda Tuang
Dangdan Dangdan Dangdos
Dapur Dapur Pawon
Denge/Ngadenge Nguping/Mireng Ngadangu
Deukeut Caket Caket
Didik/Ngadidik Ngatik Miwuruk/Mitutur/Miwejang
Diri Diri Salira
Diuk Diuk Calik/Linggih
Duga/Kaduga Kaduga Kiat
Duit Artos Artos
Dumeh/Lantaran Jalaran Kumargi
Eling/Inget Emut Emut
Emboh/Tambah Tambih Tambih
Era Isin Lingsem
Embung Alim Teu kersa
Enggon Pamondokan Pangkuleman
Eukeur/Keur Nuju Nuju
Eusi/Ngeusian Ngalebetan Ngalebetan
Euweuh Teu aya Teu aya
Gancang Enggal Enggal
Ganti Ganti Gentos
Gardeng/Reregan Gardeng Lalangse
Gawe Gawe Damel
Gede Gede Ageung
Gelung Gelung Sanggul
Genah/Ngeunah Raos Raos
Gering Udur Teu damang
Getol Getol Kersaan
Geulang Geulang Pinggel
Geura/Pek/Heg Geura/Mangga Mangga
Geuwat Enggal Enggal
Gigir/Gigireun Gigireun Gedengeun
Gimir Gimir Rentag manah
Gogoda/Cocoba Cocoba Cocobi
Goreng Goreng Awon
Gugu/Ngagugu Nurut Tumut
Haben Haben Teras-terasan
Hadir/Ngahadiran Nungkulan Ngaluuhan
Hal/Perkara Perkawis Perkawis
Halis Halis Kening
Hampura/Maap Hapunten Hapunten/Haksama
Hareup Payun Payun
Harga Harga Pangaos
Harti Hartos Hartos
Hate Hate Manah
Hawatir/Watir/Karunya Watir Hawatos
Hayang Hoyong Palay
Helok Heran Hemeng
Hese/Susah/Pelik Sesah Sesah
Heuay Heuay Angob
Heubeul/Lawas Heubeul Lami
Heug/Seug Mangga Mangga
Hili/Tukeur Liron Gentos
Hirup Hirup Jumeneng
Hudang Hudang Gugah
Huntu Huntu Waos
Hutang Hutang Sambetan
Iber/Beja/Warta Wartos Wartos
Idin Widi Widi
Igel Igel Ibing
Iket Totopong Udeng
Ilik/Ngilikan Ningalan Ningalan
Ilu/Ngilu Ngiring Ngiring
Imah Rorompok Bumi
Impi/Ngimpi Impen/Ngimpen Impen/Ngimpen
Imut Imut Mesem
Incu Pun incu Tuang putu
Indit/Miang Mios Angkat/Jengkar
Indung Pun biang Tuang ibu
Inggis/Risi Inggis/Risi Rempan
Injeum/Nginjeum Nambut Nambut
Inum/Nginum Leueut/Ngaleueut Leueut/Ngaleueut
Irung Irung Pangambung
Isuk/Isukan Enjing Enjing
Itung Itung Etang
Iwal/Kajaba Kajaba Kajabi
Jaga Jaga Jagi
Jalma/Jelema Jalmi Jalmi
Jauh Tebih Tebih
Jawab Walon Waler
Jero Lebet Lebet
Jeung Sareng Sareng
Jiga Jiga Sapertos/Sakarupi
Jual Ical Ical
Jugjug Bujeng Bujeng
Juru/Ngajuru Ngalahirkeun Babar
Kabeh/Kabehanana Sadayana Sadayana
Kabur/Minggat Minggat Lolos
Kacida/Naker Kalintang Kalintang/Teu kinten
Kajeun/Keun bae Sawios Sawios
Kakara/Karek Nembe Nembe
Karembong Kekemben Kekemben
Kari/Tinggal Kantun Kantun
Kasakit/Nyeri Kasakit/Kanyeri Kasawat
Katara/Kaciri Katawis Katawis
Kapalang/Kagok Kapambeng Kapambeng
Kawas Sapertos Sapertos
Kawin Nikah/Jatukrami Jatukrami/Rendengan
Kede Kenca Kiwa
Kejo/Sangu Sangu Sangu
Kelek Kelek Ingkab
Kesang Karinget Karinget
Keur/Pikeun Kanggo Kanggo/Haturan
Kiih Kahampangan Kahampangan
Kolot Kolot Sepuh
Kongkorong Kangkalung Kangkalung
Kop/Pek Mangga Mangga
Kuat Kiat Kiat
Kudu Kedah Kedah
Kumbah Kumbah Wasuh
Kumis Kumis Rumbah
Kumpul Kempel Kempel
Kungsi Kantos Kantos
Kurang Kirang Kirang
Kuring/Simkuring Abdi/Sim abdi Sim abdi
Labuh Labuh Geubis
Lahun/Ngalahun Ngalahun Mangkon
Lain Sanes Sanes
Laju Lajeng Lajeng
Lalaki Lalaki Pameget
Laku/Payu/Laris Pajeng Pajeng
Lalajo Nongton Nongton
Lamun/Upama Upami Upami
Lanceuk Pun lanceuk Tuang raka
Lantaran/Sabab Jalaran/Sabab Margi
Leho Leho Umbel
Letah Letah Ilat
Leungeun Leungeun Panangan
Leungit Leunit Ical
Leutik Alit Alit
Leuwih Langkung Langkung
Lila Lami Lami
Mahal Awis Awis
Maksud Maksad Maksad
Malarat/Miskin Jalmi teu gaduh Teu kagungan nanaon
Malem Wengi Wengi
Malik Malik Mayun
Mamayu Mamayu Mamajeng
Mangka/Sing/Muga Mugi Mugi
Maot Maot Pupus/Ngantunkeun/Tilar dunya
Marhum Marhum/Jenatna Marhum/Suargi
Memeh/Samemehna Sateuacanna Sateuacanna
Mending/Leuwih hade Langkung sae Langkung sae
Meujeuhna Meujeuhna Cekap
Meueun Panginten Panginten
Mimimti/Mimitina Kawitna Kawitna
Minangka Etang-etang Etang-etang
Mindeng/Remen Sering Sering
Minyak Lisah Lisah
Muga Mugi Mugia
Mupakat/Rempug Mupakat/Rempug Rempug
Murah Mirah Mirah
Najan/Sanajan Sanaos Sanaos
Ngan Mung Mung
Ngaran Wasta/Nami Jenengan/Kakasih
Ngeunah Ngeunah Raos
Ngora Ngora Anom
Nini Pun nini Tuang eyang
Nyaho Terang Uninga
Nyaring Nyaring Teu acan kulem
Nyolowedor Nyolowedor Midua hate
Obat/Ubar Obat/Ubar Landong
Ogan/Ondang Ondang Ulem
Ome/Ngomean/Menerkeun Ngalereskeun Ngalereskeun
Paham Paham,ngartso Ngartos
Paju/Maju Majeng Majeng
Pake/Make Nganggo Nganggo
Palangsiang/Bisa jadi Tiasa jadi Tiasa jadi
Palire/Malire Malire Merhatoskeun
Pamajikan Pun bojo Tuang rayi
Pancuran/Kamar mandi Jamban Jamban
Pandeuri Ti pengker Ti pengker
Pang/Pangna/Nu matak Nu mawi Nu mawi
Panggih/Manggih/Nimu Mendak Mendak
Pangkat/Kadudukan Kadudukan Kalungguhan
Pangku/Mangku Mangku Mangkon
Panon Panon Soca
Pantar/Sapantar Sapantar Sayuswa
Paribasa Paripaos Paripaos
Pariksa/Mariksa Mariksa Marios
Parna Repot Wales
Paro/Saparo Sapalih Sapalih
Pasti/Tangtu Tangtos Tangtos
Pati/Teu pati Teu patos Teu patos
Patuh/Matuh Matuh Linggih
Payung Payung Pajeng
Pedah Kumargi/Jalaran Rehing
Penta/Menta Neda/Nyuhunkeun Mundut
Pecak/Mecak/Nyoba Nyobi Nyobi
Pencet/Mencetan Meuseulan Meuseulan
Percaya Percanten Percanten
Perlu Perlu Peryogi
Permisi Permios Permios
Peuting Wengi Wengi
Pihape/Mihape Wiat Ngaweweratan
Piker Piker Manah
Piligenti Piligentos Piligentos
Pindah Pindah Ngalih
Pingping Pingping Paha
Pipi Pipi Damis
Poe Dinten Dinten
Poho Hilap Lali
Popotongan Patilasan Patilasan
Puasa Puasa Saum
Puguh/Tangtu Tangtos Tangtos/Kantenan
Purun Purun Kersa
Rarabi Rarabi Garwaan
Raksa/Pangraksa Pangraksa Panangtayungan
Ramo Ramo Rema
Rampes Mangga Mangga
Rasa/Rumasa Rumaos Rumaos
Rea/Loba Seueur Seueur
Receh Receh Artos alit
Reujeung Bareng Sareng
Reuneuh Kakandungan Bobot/Ngandeg
Reureuh Reureuh Ngaso
Rieut Rieut Puyeng
Ripuh Ripuh Repot
Robah Robah Robih
Roko/Ududeun Rokok Sesepeun
Rua/Sarua Sarupi/Sami Sarupi/Sami
Rusuh/Rurusuhan Enggal-enggalan Enggal-enggalan
Saba/Nyaba Nyanyabaan Angkat-angkatan
Sabot Keur waktu Waktos
Sabuk/Beubeur Beubeur Beulitan
Sadia Sayagi Sayagi
Sakeudeung Sakedap Sakedap
Salah Lepat Lepat
Salahsaurang Salahsawios Salahsawios
Salaki Pun lanceuk Caroge/Tuang raka
Salamet Salamet Wilujeng
Salat/Solat Sambeang Netepan
Salesma Salesma Pileg
Salempang/Hariwang Salempang Salempang/Rajeg manah
Salin/Disalin Disalin Gentos
Samak Amparan Amparan
Sampak/Nyampak Nyampak Nyondong/Kasondong
Samping Sinjang Sinjang
Sanding/Kasanding Kasanding Kasumpingan
Sanggeus Saparantos Saparantos
Sanggup Sanggem Sanggem
Sare Mondok Kulem
Sarerea Sadayana Sadayana
Sarta/Jeungna deui Sareng Sareng
Sarua Sami Sami
Sasarap Sasarap/Neda Tuang
Sawah Sawah Serang
Sejen Sejen Sanes
Seleh/Nyelehkeun Masrahkeun Nyanggakeun/Ngahaturkeun
Selewer/Nyelewer Midua hate Midua manah
Semah Tamu Tamu
Sesa/Kari Kantun Kantun
Sebut Sebat Sebat
Serah/Nyerahkeun Mirak Mirak/Ngeser
Seubeuh Sesek Wareg
Seuri Seuri Gumujeng
Siar/Nyiar Milari Milari
Sibanyo Sibanyo Wawasuh
Sirah Sirah Mastaka
Sirit Larangan Larangan
Sisir Pameres Pameres
Soara, sora Sora Soanten
Sorangan Sorangan Nyalira
Sore Sonten Sonten
Sugan/Manawi Manawi Manawi
Suku Suku Sampean
Sunat/Nyunatan Ngabersihan Nyepitan
Sungut Cangkem Baham
Supaya Supados Supados
Surat Serat Serat/Tetesan
Suweng Suweng Kurabu/Gwang
Tabeat Adat Panganggo
Tadina Kawitna Kawitna
Tai Kokotor Kokotor
Taksir/Ngira Nginten-nginten Nginten-nginten
Taktak Taktak Taraju
Talatah Wiat saur Wiat saur
Tambah Tambih Wuwuh
Tampa Tampi Tampi
Tanda/Ciri Tawis Tawis
Tangen/Katangen Kanyahoan Kauninga
Tangtung/Nangtung Nangtung Ngadeg
Tanya Taros Pariksa
Tapi Nanging Nanging
Tarang Tarang Taar
Tarima Tampi Tampi
Tawar/Nawar Nawis Mundut
Tayoh-tayohna Rupina Rupina
Teang/Neangan Milari Milari
Tenjo/Nenjo/Nempo Ningal Ningali
Tepi Dugi Dugi
Tere Tere Kawalon
Tereh Enggal Enggal
Teleg/Teureuy Teleg Telen
Tembang/Nembang Nembang Mamaos
Tepi/Nepi Dugi Dugi
Tepung Tepang Tepang
Terus Teras Teras
Teundeun Simpen Simpen
Tincak Tincak Dampal
Titah/Nitah/Jurung Ngajurungan Miwarangan
Tonggong Tonggong Pungkur
Topi/Dudukuy Topi/Dudukuy Tudung/Langgukan
Tulis Tulis Serat
Tulung/Pitulung Pitulung Pitandang
Tulus Cios Cios
Tuluy Teras/Lajeng Teras/Lajeng
Tumpak Tumpak Tunggang
Tunggu Antos Antos
Turun Turun Lungsur
Ucap Ucap Kedal/Lisan
Ulah Teu kenging Teu kenging
Ulin Ulin Ameng
Umur Umur Yuswa
Urus/Nguruskeun Ngalereskeun Ngalereskeun
Urut Tilas Tilas
Utama Utami Utami
Waktu Waktos Waktos
Wani Wantun Wantun
Waras Cageur Damang
Wareh/Sawareh Sapalih Sapalih
Warga/Dulur Wargi Wargi
Watara/Sawatara Sawatawis Sawatawis
Wawuh Wanoh/Kenal Kenal
Wedak Pupur Pupur
Wedal Wedal Weton
Wilang/Kawilang Kaetang Kaetang
Wudu Wulu/Wudu Abdas

Sebagai contoh penerapan dalam kalimat, seperti contoh berikut ini:

Bahasa Indonesia: “Perkenalkan, nama saya Asep, asal dari Ujungberung, datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Kamu/Anda siapa?”

Bahasa Sunda kasar: “Ngaran aing Asep, asal ti Ujungberung, ka Jakarta rek nyiar ubar lapar. Ari sia saha?”

Bahasa Sunda loma/akrab: “Nepangkeun nami abdi Asep, asal ti Ujungberung, ka Jakarta rek neangan pagawean. Ari maneh saha?”

Bahasa Sunda halus/lemes: “Nepangkeun wasta abdi Asep, sim kuring nu ti Ujung Berung, ka Jakarta bade milari padamelan. Dupi salira teh, saha?”

Contoh lain penerapan Undak Usuk Basa Sunda seperti berikut ini :

“Rorompok abdi mah nu ieu, nu itu mah bumi Pa Yana”. (Rumah saya yang ini, yang itu rumah Pak Iwan.)

rorompok dan bumi artinya rumah. “rorompok” digunakan untuk diri sendiri, sementara bumi digunakan untuk orang lain.

NB: Rorompok = basa lemes keur kasorangan (basa halus digunakan untuk diri sendiri)

Bumi = basa lemes keur kabatur (basa halus digunakan untuk orang lain) 

Bila digali lagi, undak usuk basa Sunda umumnya dibangun enam tahap, yakni ” Basa kasar, Basa sedeng, Basa lemes pisan, Basa kasar pisan, jeung Basa panengahan “.

a.      Basa Kasar
Basa kasar disebut juga basa loma. Digunakeun kepada sesama, kepada teman yang sudah akrab. Selain itu (dahulu) dipakai juga untuk berbicara /menceritakan orang yang kedudukan/posisinya lebih rendah, baik pangkatnya, umurnya.

b.      Basa Sedeng
Basa sedang disebut juga basa lemes keur sorangan, yakni bahasa yang diterapkan kepada diri sendiribila bercerita dengan bahasa lemes, atau untuk menceritakan sesama kepada orang yang lebih tua. Juga dipakai berbicara dengan orang yang belum kenal/akrabbila yang mengajak bicara menggunakan basa lemes.

c.       Basa Lemes
Basa lemes biasa disebut juga basa lemes keur ka batur/untuk orang lain. Diterapkan untuk berbicara kepada yang lebih tinggi baik pangkatnya, kedudukannya, umurnya. Basa lemes juga dipakai kepada orang yang belum kenal/akrab.

d.      Basa Lemes Pisan
Dipakai untuk mengahormati orang yang pangkat dan posisinya dipandang tinggi sekali.

e.      Basa Kasar Pisan
Basa kasar pisan disebut juga basa cohag / garihal. Sering dipakai oleh orang yang sedang marah atau bertengkar, dengan maksud menghina. Namun umumnya basa kasar pisan diterapkan kepada binatang / sato.

f.        Basa Panengah
Basa panengah dipakai untuk berbicara dengan orang yang lebih bawah baik  pangkat dan posisinya, tapi umurnya sebenarnya lebih tua.

Dipakai juga untuk menceritakan orang lain bilamana yang diajak berbicara menggunakeun basa lemes, serta yang diceritakannya lebih rendah pangkat dan posisinya, tapi umurnya lebih tua dibandingkan dengan yang berbicara dan yang diajak bicaranya.

Basa panengah posisinya ada di bawah basa lemes tapi di atas/ lebih tinggi daripada basa kasar.

Penjelasan di atas, polanya adalah seperti ini :

I. RAGAM BASA HORMAT (BASA LEMES), terdiri dari :

1. Ragam Basa Lemes Pisan (paling tinggi/luhur tingkatannya)
2. Ragam Basa Lemes untuk orang lain.
3. Ragam Basa Lemes untuk pribadi (tingkatan sedang)
4. Ragam Basa Lemes Kagok (Penengah )
5. Ragam Basa Lemes Kampung (dusun )
6. Ragam Basa Lemes Budak (anak-anak)

II. RAGAM BASA LOMA (AKRAB, KASAR)
7. Ragam Basa Loma ( akrab, asar, netral )
8. Ragam Basa Garihal ( kasar sekali, songong )

Pada kenyataannya, sedikit sekali kata-kata yang mengandung delapan tingkat (ragam) tersebut. Yang perlu dihafalkan adalah  tingkat no 2, 3 dan 7.

TINGKATAN UNDAK USUK BASA SUNDA

Menilik dari bahasa kasar, bahasa sedang dan bahasa halusnya, undak usuk basa Sunda bisa dibagi menjadi tiga tingkatan.

1.      Undak usuk basa Sunda tingkat pertama
Undak usuk basa Sunda tingkat pertama yakni yang basa kasar, basa sedeng, dan basa lemesnya tidak sama.

Contoh:
Balik (kasar) – Wangsul (sedang) – Mulih (lemes) – Mantog (panengah-kasar) – Mulang (panengah)
a.      “Mun maranéh rék balik ayeuna, bareng wé, da kuring gé rék balik ayeuna,” ceuk Dudung ka babaturanana.
b.      “Abdi mah badé ayeuna wangsul téh, Sanggemna mah Titi ogé badé wangsul  ayeuna,” ceuk Dini ka Bu Ratna.
c.       “Mulih ti mana Ibu?” Pa Rijal nanya ka Bu Ratna.
“Wangsul ti ITC ,” tembal Bu Ratna.
d.        “Lain geura mantog  sakieu geus burit, geura ngaji ka dituh!”
Nining ambek ka adina nu keur ulin.
e.      “Ari Emang rek iraha mulang téh?” ceuk Pa Kapala Sakola ka Mang Endin, penjaga sakola nu umurna saluhureun.

2.      Undak usuk basa Sunda tingkat kedua
Undak usuk basa Sunda tingkat kedua yakni yang basa kasarna berbeda, tapi basa sedeng dan basa lemesna sama.

Contoh:
Halangan (kasar) – Pambengan (sedang) – Pambengan (lemes)
a.      “Mun taya halangan, engké soré kuring rék ka imah manéhna,” ceuk Wildan ka Angga.
b.      “Upami teu aya pamengan, engké sontén abdi badé ka bumi Bapa, ceuk Ilham ka Pa Asep.
c.       “Upami teu aya pamengan, saurna engké sontén Pa Kapala Sakola badé ka bumi Pa Maman,” ceuk Pa Rijal ka Bu Ratna. 

3.      Undak usuk basa Sunda tingkat ketiga
Undak usuk basa Sunda tingkat ketiga yakni yang bahasa kasar dan bahasa sedengnya sama, tapi bahasa lemesna berbeda.

Ada beberapa kata yang berhubungan dengan hubungan keluarga/ pancakaki, seperti kata : adi, alo, anak, lanceuk, dan aki; sering menggunakeun kata “pun” bila dirubah menjadi basa sedeng; menjadi ” pun adi, pun alo, pun anak, pun lanceuk, jeung pun aki”.

Maksudnya “adi abdi, alo abdi, anak abdi”, dst. Adapun untuk basa lemesnya, dipakai kata “tuang”; yakni “tuang rai, tuang putra, tuang rai, tuang putra, tuang raka”, dst. Maksudna “rai anjeun (Bapak/Ibu/Saderek), putra anjeun, raka anjeun”, dst

Contoh:

Adi (Kasar) – Adi (Sedang) – Rai ( Lemes)
a.      “Adi kuring mah ayeuna téh kelas lima, sarua jeung adina Rina,” ceuk Dudi ka Dadan, “Ari adi manéh kelas sabaraha, Dan?”
b.      “Pun adi ayeuna téh kelas lima sami sareng adina Rina, “ceuk Dudi ka Pa Asép.
c.       “Dupi tuang rai kelas sabaraha ayeuna téh?” ceuk Pa Rijal ka Bu Ratna.  

Cara Belajar Menggunakan Tatakrama Bahasa Sunda :

  • Sering memperhatikan orang lain yang bahasanya baik dan halus.

  • Sering membaca buku yang baik susunan bahasanya.

  • Ada sikap kritis saat membaca atau saat memperhatikan orang lain.

  • Membiasakan bercerita menggunakan bahasa yang baik dan benar.

  • Biasakan menyusun kalimat berbahasa yang baik dan benar sesuai tingkatan.

  • Mempraktekkan dan mengajarkan berbicara yang baik dan benar kepada putra-putrinya dan orang sekitarnya.

Yang perlu diperhatikan juga bahwa, menggunakan Undak-usuk Basa Sunda / Tatakrama Bahasa Sunda tidak bisa terlepas dari unsur pendukung yang erat kaitannya, yakni  :

– Lentongna nyarita (Gaya berbicara, intonasi)
– Pasemon (raut muka)
– Rengkuh (gerak tubuh, body language)
– Tata busana.
– Itikad ( nurani)

Sejatinya, yang menjadi dasar utama dalam tatakrama bahasa yakni itikad atau kebeningan hati yang berbicara. Kaluhuran budi dan rasa kemanusiaannya. Hal ini sebenarnya di luar aspek bahasa.

Bahasa adalah Karunia Alloh SWT.

Kekayaan bahasa adalah  karunia Ilahi, sebagai tanda keagungan-Nya, sehingga kita perlu mengenali dan memahami adat kebiasaan di suatu tempat atau lingkungan sebagai alat bergaul, bersaudara, shilaturahim dan saling menghormati, unggah-ungguh dan bersopan-santun .

Tatakrama erat kaitannya dengan adat
kabiasaan. Sehingga dalam menggunakannya tentu harus memperhatikan adat kebiasaan di daerahnya masing-masing.

Benar adanya, pada dasarnya bahasa, tidaklah hitam-putih, tergantung yang menggunakannya. Dan betul bahwa sebuah kata harus dilihat pula konteks tulisannya maupun situasi percakapannya.

Kalau menurut yang menggunakannya tidak kasar, ya berarti tidak kasar. Seperti kata ‘aing’ di kalangan masyarakat suku sunda baduy dan wilayah luar Priangan dalam komunikasi sehari-hari tidak dianggap kasar, berarti memang begitu keadaan bahasanya.

Suku Baduy yang juga menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari, tidak mengenal undak usuk basa. Suku Baduy cenderung menggunakan basa garihal /kasar tanpa memandang siapa lawan bicaranya, namun ini bukan karena mereka tidak menghormati lawan bicaranya tersebut, melainkan karena Suku Baduy menunjukkan rasa hormat pada seseorang bukan dengan bahasa tapi dengan perilaku.

Namun, untuk kalangan masyarakat terutama untuk di lingkungan yang “terpelajar” (mahasiswa, terhormat), kemampuan berbahasa Sunda yang menggunakan Undak-usuk basa / Tatakrama sangatlah penting.

Bilamana Anda ingin berbicara dengan bahasa sunda baheula bagus-bagus saja. Hanya saja Anda harus bisa merubah paradigma berpikir jutaan orang Sunda.

Bukankah peribahasa sunda mengatakan: ” Hade ku omong goreng ku omong (seseorang dinilai baik dari ucapannya). Basa mah henteu meuli (Bahasa itu tidak usah membeli) “.

Seperti disebutkan di awal artikel ini, undak-usuk basa bertujuan untuk saling menghormati dan memilih kata yang tepat kepada seseorang. Bayangkan anda berbicara kepada calon mertua, ” Ari maneh geus dahar ?”. Waduh, dijamin anda dinilain bukan sebagai menantu idaman.

Sebagai penutup, perlu kita buka resapi, bahasa tidak pernah bebas dari pengaruh (kebudayaan) asing.

Bahasa yang sanggup bertahan, selalu terbuka pada khasanah yang berasal dari berbagai tempat. Bahasa yang murni, pada dasarnya, adalah bahasa yang sudah tidak berkembang lagi. Bahasa yang telah menjadi fosil. Dan membatu. 

Sebagai bangsa yang berbudi pekerti luhur, tentu kalaupun orang sunda mengadopsi tatakrama Jawa, menurut hemat penulis sih tidak masalah, sesuatu yang baik, kenapa tidak untuk diadopsi.

Malah menambah kekayaan bahasa sunda dan kita bisa memilih kata yang tepat untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua semestinya dihormati, apalagi saat kita berdoa dimana kira harus merendahkan diri kita dihadapan Alloh SWT Sang Khaliq.

Semoga dengan tulisan/artikel Undak-usuk/ Tatakrama Basa Sunda (basa loma/bahasa umum dan basa lemes/ bahasa halus) pada blog ini, diharapkan para pembaca bisa mengenal tatakrama dalam percakapan sehari-hari/ paguneman urang sunda dan bagi yang sedang belajar bahasa sunda menjadi tambahan wawasan.

Mudah-mudahan tulisan ini bisa sedikit menjadi sumbangsih dalam memelihara dan memajukan kesundaan.

Dari berbagai sumber.

BtmOn

Leave a Comment

View Comments

Share
Published by
BtmOn

Recent Posts

Ucapan Selamat Merayakan Hari Raya Idul Fitri 1445H Tahun 2024

Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri Dari meja redaksi, untuk seluruh umat muslim perkenankan kami… Read More

4 minggu ago

Ucapan Idul Fitri Minal aidin wal faizin maaf lahir bathin

Banyak yang mencari arti ucapan lebaran idul fitri minal aidzin wal faidzin apakah artinya maaf… Read More

1 tahun ago

Review Al Ma’Soem – Pesantren Modern di Bandung

Pesantren Modern di Bandung Di Bandung selain terkenal sebagai Paris Van Java juga terkenal dunia… Read More

1 tahun ago

Rupa-rupa Aambeuan jeung Rarasaan

Rasa Jeung Bau Rupa-rupa Aambeuan jeung Rarasaan (mcam-macam bau-bauan dan rasa) ieu teh mangrupa kabeungharan… Read More

3 tahun ago

Ngabuburit di Masa New Normal

Ngabuburit adalah Bahasa Sunda yang dipakai untuk pengganti kata menunggu waktu berbuka puasa datang. Kata… Read More

3 tahun ago

Inilah Papatah Wasiat Sunda Karuhun, Leluhur, Sesepuh Orang Sunda

Inilah beberapa wasiat pepeling (pengingat) dari para sesepuh urang Sunda (wasiat pengingat dari para leluhur/karuhun… Read More

3 tahun ago