Kisah Tempayan Retak

By | 4 Mei 2014
kisah tempayan retak

Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, nasing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya.

Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak. Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan yang retak hanya dapat membawa air setengah penuh. Begitu terus setiap harinya.

kisah

kisah tempayan retak

Selama dua tahun, si tempayan retak merasa malu dengan dirinya sendiri karena tidak bisa rnenunaikan tugasnya dengan sempurna. Akhirnya, pada suatu hari si tempayan retak berkata pada si tukang air.

“Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu.”

“Kenapa? Kenapa kamu merasa malu?” tanya si tukang air.

“Karena selama dua tahun ini, saya hanya mampu membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada tubuh saya, dan membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan Kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi. kata tempayan itu.

Sambil tersenyum, si tukang air berkata kepada si tempayan retak.

“Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperlihatkan bunga-bunga indah di sepanjang jalan.”

Benar, ketika mereka naik ke bukit keesokan harinya, si tempayan retak memperhatikan jalan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur.

Namun, di akhir perjalanan ketika air yang dibawa si tempayan retak tinggal separuh, ia kembali meminta maaf pada si tukang air.

Si tukang air berkata kepada tempayan itu, “Apakah kamu memperhatikan bahwa bunga-bunga di sepanjang jaian itu hanya tumbuh di sisimu, dan tidak ada di sisi tempayan yang lain yang tidak retak?

Karena aku selalu menyadari akan cacatmu, maka aku memanfaatkannya dengan menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu. Dan setiap hari, jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang.”

Pesan Cerita:

Kita semua adalah tempayan yang retak. Artinya, kita semua tanpa terkecuali, memiliki kekurangan. Dan sering kita menjadi tidak percaya diri karena kekurangan kita. Padahal tidak ada gunanya membandingkan diri kita dengan orang lain. Karena orang lain pun punya kekurangan-kekurangannya sendiri.

Terimalah diri Anda apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Karena dalam kekurangan-kekurangan itu, terletak kekuatan kita yang sebenanya.

sumber: Tanudibyo, Nancy. 2010. Kisah tentang Seekor Sapi yang Jujur. Media Pressindo. Jakarta.
Diceritakan kembali di Blog Catatan Absa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *